Sebagai agama yang sangat relevan dengan kesehatan dan kebersihan, Islam mengatur semua hal tentang bersuci dengan sangat detail. Umat Islam mengenal adanya hadats, najis, dan taharah atau bersuci dengan aturan yang lengkap. Upaya-upaya tersebut, khususnya bersuci dari najis sangat penting dalam mencegah potensi penularan hepatitis yang sekarang kembali merebak.
Penyebab hepatitis misterius tersebut diduga berasal dari adenovirus yang banyak terdapat pada kotoran manusia serta SARS CoV-2 yang menyebabkan Covid-19. Sumber kotoran pada tubuh manusia biasanya berasal dari sisa-sisa proses metabolisme yang dibuang melalui anus, kulit, maupun saluran kemih.
Pembuangan yang normal dan wajar akan sangat penting bagi kesehatan. Ketidaknormalan pembuangan sampah tubuh yang berlebihan, tersumbat, atau mencemari lingkungan dapat melahirkan ketidaknyamanan dan menimbulkan penyakit. Hal-hal tersebut terjadi karena kotoran manusia mengandung bakteri maupun mikroba lainnya seperti virus yang berbahaya untuk kesehatan bila mengontaminasi manusia lainnya.
Contoh-contoh hasil pembuangan tubuh alami adalah air kencing, keringat, muntahan, tinja, lendir dahak, maupun pembuangan dari saluran rahim seperti darah haid dan cairan lainnya. Kecuali keringat dan lendir dahak, sampah-sampah yang disebutkan tersebut termasuk najis dan harus disucikan.
Selain pengeluarannya harus normal, penanganan sampah-sampah alami dari tubuh tadi juga harus sesuai dengan kaidah kesehatan dan agama agar tercapai kesehatan serta kesucian. Apabila penyucian najis diabaikan, maka akan mengganggu keabsahan ibadah, merusak suasana pergaulan sosial, mencemari lingkungan, menimbulkan bau dan penyakit yang merugikan kesehatan.
Buang air besar dan kecil merupakan kebutuhan alami seorang manusia. Namun, sebagai makhluk yang mulia dan beretika, manusia tidak layak memenuhi hajat tersebut dengan semaunya sebagaimana binatang. Proses pembuangan tinja maupun urin harus dilakukan dengan benar sehingga dapat mencegah penularan infeksi penyakit yang dapat membahayakan diri dan lingkungannya.
Salah satu sampah terbesar yang dibuang dari tubuh secara alamiah adalah tinja. Sampah lainnya adalah air seni atau urin. Seorang muslim harus memastikan agar pembuangan tinja maupun urin tidak mengganggu kondisi lingkungan di sekitarnya baik dari bau maupun keberadaan najisnya.
Detailnya Islam mengatur proses istinja selaras dengan fitrah manusia untuk membersihkan diri dari semua bekas kotoran yang dihasilkan dari buang hajat. Islam menjaga kehormatan martabat manusia dari cara mereka membuang air besar maupun air kecil sehingga tidak mencemari lingkungan dan tempat tinggal. Bahan-bahan untuk beristinja di dalam Islam diatur secara khusus.
Air suci dan menyucikan serta beberapa bahan lainnya yang memenuhi syarat dapat digunakan untuk beristinja. Beristinja memiliki tujuan menghilangkan bau dan zat kotoran dari proses buang air. Islam memberikan solusi yang jitu dengan adanya beberapa bahan yang dapat dipakai beristinja yaitu air atau media lain yang padat dan menyerap kotoran.
Di dalam kitab-kitab fiqih, salah satunya Safinatun Naja, dikenal aktivitas beristinja dengan batu atau semacamnya (tisu, kertas, kain atau yang sejenis). Syarat benda yang dapat digunakan untuk beristinja sebagai pengganti air adalah padat, suci, bisa menyerap kotoran, kering dan tidak terhormat (bukan makanan). Bahan-bahan tersebut bisa digunakan meskipun masih ada air yang dapat digunakan untuk bersuci. Jadi tidak perlu menunggu tidak ada air terlebih dahulu untuk dapat menggunakan bahan-bahan tersebut.
Meskipun diperkenankan bersuci dengan benda padat selain air seperti yang disebutkan di atas, Islam mensyaratkan cara dan tempatnya. Syarat-syarat yang berkaitan dengan cara ada 2 yaitu waktu diusap harus sampai bersih, tidak disunnahkan dicium, bahkan makruh mencium area yang terkait. Selain itu, benda padat yang digunakan tidak boleh kurang dari 3 potong bahan padat. Bila dirasa masih kurang bersih dengan 3 potong benda padat, maka bisa ditambahkan agar mengikuti sunnah menjadi hitungan bilangan yang ganjil.
Syarat tempat yang berkaitan dengan istinja dengan benda padat selain air di antaranya sisa najis masih di berada di tempat keluarnya. Artinya jika laki-laki buang air kecil, sisa najis masih di sekitar kepala kemaluan. Bila sudah pindah ke selangkangan tidak bisa lagi dibersihkan dengan benda padat, harus dengan air. Sedangkan bagi wanita, sisa najis air kencing masih berada di wilayah belahan kemaluan dan sekitarnya.
Bila kotoran berupa sisa tinja dari buang air besar, maka masih berada di lubang belakang (anus) di kiri dan kanan. Bila tinja sudah mengenai paha, maka tidak bisa lagi disucikan dengan benda padat dan harus dengan air. Syarat yang lain adalah tempat keluarnya kotoran belum kering, maknanya hendaknya proses pembersihan dilakukan segera setelah buang air. Selain itu, tempat keluarnya kotoran tidak kemasukan sesuatu dari luar.
Bila sudah tertempel air atau terpercik air, maka tidak bisa lagi disucikan dengan benda padat dan harus dengan air. (Syekh Sumair, Matan Safinatun Naja, 2003, PT Karya Toha Putra, Semarang, halaman 18). Air yang digunakan untuk bersuci secara Islami juga harus suci dan menyucikan. Air bekas mandi atau bekas mencuci tidak bisa digunakan untuk beristinja karena bisa menyebarkan mikroba penyebab infeksi, termasuk di antaranya adalah penyebab hepatitis. Hepatitis yang kebanyakan disebabkan oleh virus merupakan penyakit yang mudah menyebar melalui air yang terkontaminasi kotoran dari tubuh manusia.
Penelitian terkini menunjukkan adanya adenovirus pada tinja anak-anak yang mengalami diare (Tang, dkk, Molecular Epidemiology of Human Adenovirus, Astrovirus, and Sapovirus Among Outpatient Children With Acute Diarrhea in Chongqing, China, 2017–2019, tahun 2022, Frontiers in Pediatrics). Selain adenovirus, virus SARS CoV-2 juga ditemukan pada air buangan limbah yang mengandung kotoran manusia (Narbad dan Elumogo, What human waste can tell us about Covid-19, tahun 2022, UK Research and Innovation).Kedua virus tersebut banyak ditemukan pada kasus hepatitis yang sekarang merebak.
Air yang sudah tercemar juga tidak bisa digunakan untuk bersuci bila kurang dari dua kullah atau sekitar 216 liter. Apabila jumlah air banyak, yaitu lebih dari 2 kullah atau lebih dari 216 liter maka tidak akan berubah menjadi najis karena adanya kotoran.
Namun, hal ini juga dengan syarat bahwa air yang banyak itu tidak berubah warna dan baunya karena sebab adanya kotoran. Atau, bisa juga dibuktikan dengan penelitian bahwa air yang tidak berubah warna dan baunya itu tidak terkontaminasi oleh bakteri atau virus yang membahayakan. Karena bila terkontaminasi oleh mikroba yang membahayakan kesehatan, tentu air tersebut tetap tidak layak digunakan (Azhar, Cara Hidup Sehat Islami, [Bandung, Tasdiqiya Publisher: 2015], halaman 252).
Ada sejumlah adab ketika buang air yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin. Beberapa di antaranya bersifat maknawi seperti menghindari menghadap kiblat, menghindari berbicara dengan orang lain dan menghindari berzikir di dalam toilet.
Namun, beberapa di antara adab buang air besar ada yang langsung berkaitan dengan kesehatan dan mendukung pencegahan hepatitis seperti larangan berlama-lama di dalam toilet, anjuran beristinja dengan tangan kiri, menggunakan alas kaki, larangan buang air di tempat yang sering dilewati manusia, di lubang tempat tinggal hewan, di mata air atau sungai yang airnya dipakai untuk minum (Azhar, 2015: 254)
Setelah beristinja, Islam juga mengatur kebersihan pribadi maupun lingkungan. Mencuci tangan dengan sabun, membasuh bekas-bekas buang air yang masih menempel di kulit maupun lantai toilet harus dilakukan dengan sempurna hingga hilang bau dan penampakan fisiknya. Untuk menghindari percikan najis di pakaian, maka Islam menganjurkan buang air sambil jongkok atau duduk dan melarang buang air sambil berdiri kecuali terpaksa (Azhar, 2015: 255).
Selain tinja dan urin, hepatitis juga dapat ditularkan melalui sampah cairan tubuh lainnya. Cairan-cairan tubuh lainnya baik yang berasal dari mulut maupun saluran pencernaan dan saluran lain perlu dibersihkan secara berkala. Islam mengajarkan mandi dengan air sebagai media pembersihan keringat dan cairan-cairan tubuh lainnya.
Manfaat mandi setiap hari yang dilakukan oleh kaum muslimin tentu bisa membersihkan tubuh dari dari kotoran najis yang berwujud cairan pada umumnya, termasuk keringat yang bukan najis. Di dalam Islam ada beberapa mandi yang disunnahkan seperti mandi di Hari Jumat dan hari raya. Ada pula mandi yang diwajibkan seperti mandi besar (setelah berhubungan suami-istri, maupun setelah berhadats besar).
Sebelum mandi, najis-najis berupa kotoran cairan tubuh dibersihkan terlebih dahulu. Semua upaya ini tentu sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan diri dan menghindarkan penularan penyakit-penyakit menular melalui limbah cairan tubuh, termasuk hepatitis.
Semua aturan bersuci secara Islami merupakan langkah logis untuk memenuhi hajat biologis sekaligus menjaga kesehatan. Kontaminasi air dan lingkungan dari kotoran manusia yang dapat menyebarkan hepatitis dapat dicegah dengan menerapkan bersuci dan menangani najis secara Islami. Sudah selayaknya perhatian terhadap bersuci secara islami dan penyucian najis ini diperhatikan oleh seorang muslim untuk mengikuti sunnah Nabi sekaligus mendukung perilaku sehat, baik kesehatan personal maupun lingkungan. Penulis : Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang farmasi
Sasaran layanan telemedisin isolasi mandiri diperluas, dari yang sebelumnya hanya digunakan untuk pasien yang hasil tes PCR positif, kini layanan konsultasi dokter dan pengiriman paket obat gratis ini bisa digunakan pasien dengan hasil pemeriksaan RDT Antigen positif COVID-19.
“Kami menambahkan fitur lain di layanan telemedisin, mulai nanti sore (16/2) kita juga akan mengcover pasien yang melakukan tes lab antigen yang positif,” kata Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan, Setiaji di Jakarta pada Rabu (16/2).
Untuk mendapatkan layanan ini, pasien harus melakukan pemeriksaan RDT-Antigen di faskes atau laboratorium yang terafiliasi dengan sistem NAR Kemenkes.
Jika hasil RDT- Antigen positif, faskes dan lab pemeriksa harus menginput hasilnya ke NAR Antigen Kemenkes. Selanjutnya, pasien otomatis akan mendapatkan WA Konfirmasi. Namun apabila tidak mendapatkan WA, pasien bisa cek NIK secara manual di https://isoman.kemkes.go.id/
WA konfirmasi tersebut bisa digunakan untuk konsultasi dokter dan menebus pake obat gratis. Obat disediakan Kimia Farma dan dikirimkan oleh SiCepat.
“Saat ini kita sudah mempercepat layanan ini, sehingga maksimal 24 jam sudah sampai di rumah pasien yang melakukan isoman,” ujarnya.
Selain penambahan fitur, Kementerian kesehatan juga akan memperluas layanan telemedisin bagi pasien isolasi mandiri ke Luar Pulau Jawa-Bali yakni Medan, Palembang, Balikpapan, Banjarmasin, Manado dan Makassar.
Sebagai informasi, layanan telemedisin hadir untuk mempermudah pasien isoman mendapatkan layanan kesehatan dan akses obat-obatan dengan risiko kesehatan yang minim. Saat ini total ada 17 platform yang menyediakan layanan telemedisin.
Selama periode layanan 17 Januari hingga 14 Februari 2022, tercatat ada sekitar 391,978 pasien positif COVID-19 di wilayah Jawa-Bali. Dari jumlah tersebut, 364,850 pasien mendapatkan WA konfirmasi. Dari sejumlah tersebut, sebanyak 158.075 pasien menghubungi layanan telemedisin.
Untuk paket obat, total 136,028 pasien telah menerima e-resep, dan 97% diantaranya atau 129.100 pasien melakukan tebus obat. Paket obat yang paling banyak diterima pasien adalah paket B yakni paket untuk pasien gejala ringan.
“Rata-rata paket obat paling banyak diterima pasien yang berdomisili di DKI Jakarta,” ungkap Setiaji.
Hingga Minggu (13/2), Kemenkes mencatat sudah ada 1090 pasien meninggal di masa varian Omicron mendominasi kasus COVID-19 di Indonesia. Dari 1090 pasien yang meninggal diketahui 68% di antaranya belum divaksinasi lengkap. Vaksinasi lengkap dua dosis menjadi salah satu upaya mencegah pasien untuk penderita gejala berat hingga risiko kematian akibat terinfeksi COVID-19.
“Dari data 1090 pasien yang meninggal hingga minggu (13/2), 68% di antaranya belum divaksinasi lengkap, 76% usianya lebih dari 45 tahun, 49% masuk golongan lanjut usia, dan 48% memiliki komorbid. Kembali kami mengimbau masyarakat, termasuk anak-anak dan kelompok lanjut usia, untuk segera melengkapi vaksinasi karena vaksinasi telah terbukti mampu melindungi kita dari risiko gejala berat hingga kematian akibat terpapar COVID-19. Tidak ada lagi alasan kita untuk tidak mau divaksinasi melihat data-data yang ada,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid., Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes.
Apabila dibandingkan jumlah kasus meninggal di masa dominasi varian Omicron dengan puncak gelombang Delta 2021 lalu, perbandingan kasusnya masih sangat jauh. Hari ini (14/2) kasus meninggal harian mencapai 145 jiwa per hari, jauh dibandingkan puncak Delta yang menyentuh angka 1800 jiwa per hari.
“Untuk menekan korban akibat terinfeksi COVID-19, penguatan pelayanan kesehatan terus dilakukan selain upaya pencegahan melalui percepatan laju vaksinasi, testing dan tracing. Dari sisi kapasitas rumah sakit, per hari ini (14/2) pukul 18:30 WIB, pasien yang dirawat ada di 32% dari total ketersediaan tempat tidur dan isolasi. Artinya, rumah sakit kita masih memiliki kapasitas yang sangat baik untuk menampung pasien COVID-19. Angka ini baru sementara dan kapasitas ini masih dapat terus ditingkatkan jika memang diperlukan,” ujar dr. Nadia.
Sampai Minggu (13/2) Kemenkes telah melakukan tes spesimen mencapai 451.040 dan rata-rata tes spesimen 7 minggu terakhir mencapai 410.846. Selain itu kesediaan oksigen di rumah sakit di 10 Provinsi dengan peningkatan kasus tertinggi masih di atas 48 jam. Total oksigen konsentrator di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Bali, Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Papua mencapai 10.326. Sedangkan jumlah oksigen generator mencapai total 65.
Kesiapan tenaga kesehatan juga terus ditingkatkan. Kekurangan tenaga kesehatan yang masih dapat diatasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan melalui pengaturan SDM sehingga tidak berdampak pada pelayanan kesehatan.
Kemenkes mengimbau agar pasien tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan agar melakukan isolasi mandiri di rumah, atau di tempat isolasi terpusat yang disediakan pemerintah. Hal ini akan mampu meringankan beban rumah sakit hingga 70%. Dengan begitu pasien sedang hingga kritis bisa ditangani secara terfokus.
“Sejak adanya perbaikan layanan pengantaran obat bagi pasien isoman yang berkonsultasi melalui platform telemedisin, 85% paket obat Kemenkes kini sudah bisa sampai maksimal H+1 sejak pemesanan dilakukan,” jelas dr. Nadia.
Harapannya, dengan perbaikan layanan ini, masyarakat semakin tenang untuk melakukan isolasi mandiri dan berkonsultasi dengan tenaga kesehatan di rumah masing-masing.
Pemerintah terus berupaya mengendalikan penularan COVID-19, terutama menjaga agar layanan kesehatan bisa berjalan optimal di tengah kenaikan kasus harian COVID-19 yang sebagian besar disebabkan varian Omicron. Penambahan pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit terus terkendali dan hari ini (10/2) pukul 16:30 WIB, tercatat kenaikan hanya 1,7% menjadi 28% dibanding kemarin 26,3%.
Meskipun COVID-19 varian Omicron ini menular lebih cepat daripada varian Delta sebelumnya, gejala-gejala yang ditimbulkan Omicron tidak seberat gejala Delta. Namun masyarakat harus tetap waspada karena bisa berbahaya bagi beberapa kelompok tertentu seperti lansia, anak-anak, orang dengan komorbid, dan orang yang belum divaksinasi.
“Vaksinasi yang masif ini membantu kita tidak sampai bergejala berat saat terinfeksi virus COVID-19,” jelas Prof. dr. Abdul Kadir, Ph.D, Sp.THT-KL(K), M.ARS, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan.
Ditambahkan oleh dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, “Kita terbiasa melihat angka kasus yang naiknya perlahan saat varian Delta kemarin, jadi ketika melihat lonjakan kasus yang sebagian besar disebabkan varian Omicron menjadi panik. Kami imbau masyarakat untuk tetap tenang, namun tetap waspada. Meskipun kasus naik dengan cepat karena penyebaran virus lebih cepat dibanding Delta, namun gejala Omicron tidak separah varian Delta dengan sebagian besar pasien tanpa gejala (OTG) dan bergejala ringan. Kita dapat lihat dari angka keterisian tempat tidur dan isolasi COVID-19 di rumah sakit masih sangat terkendali, dibanding tahun lalu.”
Lalu bagi masyarakat yang bergejala ringan maupun tanpa gejala, disarankan untuk isolasi mandiri di rumah maupun di isolasi terpusat yang sudah disediakan pemerintah. Bagi pasien isolasi mandiri di rumah bisa memanfaatkan layanan telemedisin jika tersedia atau melapor ke Puskesmas terdekat untuk mendapatkan pemantauan secara medis oleh petugas kesehatan.
“Untuk paket obat pasien isoman, saat ini sudah 95% kita bisa mengantarkan obat ke rumah pasien dalam tempo 1×24 jam, dan sudah mempercepat pengadaan obat bekerjasama dengan Kimia Farma,” ujar Prof. Kadir.
Selain meningkatkan layanan obat, pemerintah juga memperkuat tenaga kesehatan guna mengantisipasi kondisi terberat. Kemenkes telah mempersiapkan kembali perekrutan relawan kesehatan sebagai cadangan tenaga kesehatan di kondisi sulit nanti.
“Selain melakukan perekrutan, kita juga melakukan pemeriksaan teratur kepada tenaga kesehatan kita. Positivity rate tenaga kesehatan kita saat ini di bawah 10 persen. Belum ada nakes yang meninggal sejauh ini akibat COVID-19 varian Omicron karena memang mereka sudah bersiap dan diberikan vaksinasi booster untuk pencegahan. Kalaupun terinfeksi, gejalanya ringan atau tanpa gejala,” kata Prof. Kadir.
Pemerintah terus mengimbau agar masyarakat mendukung percepatan vaksinasi terutama melengkapi vaksinasi bagi lansia. Mengingat lansia, orang dengan komorbiditas, maupun yang belum divaksinasi seperti anak-anak rentan untuk bergejala lebih berat saat terinfeksi COVID-19. Begitu pula dengan memperketat protokol kesehatan, berperan aktif mencegah penularan COVID-19 lebih luas lagi.
Kementerian Kesehatan RI menyediakan layanan telemedisin Isoman (Isolasi Mandiri) bagi pasien terkonfirmasi COVID-19 varian Omicron. Melalui layanan tersebut pasien bisa mendapatkan layanan telekonsultasi dan paket obat gratis.
Layanan dapat diakses melalui https://isoman.kemkes.go.id/. Saat ini Kemenkes telah bekerja sama dengan 17 platform telemedicine, yaitu Aido Health, Alodokter, GetWell , Good Doctor, Halodoc, Homecare24, KlikDokter, KlinikGo, Lekasehat, LinkSehat, Mdoc, Milvik Dokter , ProSehat, SehatQ, Trustmedis, Vascular Indonesia, YesDok
Untuk mendapatkan layanan ini, pasien harus melakukan tes PCR di laboratorium yang telah terafiliasi dengan sistem New All Record (NAR) Kementerian Kesehatan.
Jika hasilnya positif dan laboratorium penyedia layanan tes COVID-19 melaporkan data hasil pemeriksaan ke database Kementerian Kesehatan (NAR), maka pasien akan menerima pesan Whatsapp dari Kemenkes RI (dengan centang hijau) secara otomatis.
Namun, apabila tidak mendapatkan WA pemberitahuan, pasien bisa memeriksa NIK secara mandiri di situs https://isoman.kemkes.go.id.
Setelah dapat WA pemberitahuan, pasien bisa melakukan konsultasi secara Daring dengan dokter di salah satu dari 17 layanan telemedicine. Caranya tekan link yang ada di pesan WA dari Kemenkes atau di link yang muncul saat pengecekan NIK mandiri di situs https://isoman.kemkes.go.id/panduan, lalu memasukkan kode voucher supaya bisa konsultasi dan dapat paket obat gratis.
Selesai konsultasi, dokter akan memberikan resep digital sesuai kondisi pasien dan resep dapat ditebus melalui https://isoman.kemkes.go.id/pesan_obat. Hanya pasien dengan kategori Layak isoman (dengan kondisi tanpa gejala atau ringan), yang akan mendapatkan obat dan vitamin secara gratis.
Obat gratis yang didapatkan pasien berupa Paket A untuk pasien tanpa gejala, terdiri dari multivitamin C, B, E, dan Zinc 10 tablet, serta Paket B untuk pasien bergejala ringan terdiri dari multivitamin C, B, E, dan Zinc 10 tablet, Favipiravir 200mg 40 kapsul, atau Molnupiravir 200 mg – 40 tab dan parasetamol tablet 500mg _(jika dibutuhkan)
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 dr. Siti Nadia Tarmizi mengatakan paket obat disesuaikan dengan resep dari salah satu dari 17 layanan telemedicine. Obat di luar paket ditebus dan dibayarkan di luar layanan telemedicine Isoman.
“Sasaran layanan telemedicine Isoman perawatan Omicron adalah bagi pasien positif Omicron tanpa gejala atau gejala ringan, berusia minimal 18 tahun, kondisi rumah layak Isoman, Diperiksa di wilayah Jabodetabek, Berdomisili di Jabodetabek,” katanya di kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (17/1).
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2)
Hari ini (4/2), konfirmasi jumlah kasus harian COVID-19 mencapai 32.211. Kendati demikian, jumlah pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit masih rendah. Selain itu, sebagian besar kasus terkonfirmasi merupakan kasus tanpa gejala dan bergejala ringan.
Meski kecepatan penularan dari varian Omicron ini lebih cepat daripada varian of concern COVID-19 yang lain, namun kasus kesakitan maupun kematian akibat varian ini rendah. “Hal ini dapat terlihat dari kondisi pasien yang dirawat di rumah sakit secara nasional masih sangat rendah. Rata-rata pasien yang dirawat di rumah sakit saat ini juga tidak bergejala dan gejala ringan. Dari data yang kita miliki, meski secara tren kenaikan kasus varian Omicron ini ada kemiripan dengan Delta, namun angka keterisian tempat tidur rumah sakit jauh lebih landai,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi M.Epid, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes.
dr. Nadia menyampaikan bahwa pemerintah menghimbau masyarakat yang positif COVID-19 namun tidak bergejala ataupun bergejala ringan tidak perlu ke rumah sakit. “Cukup melakukan isolasi mandiri di rumah atau isolasi terpusat, serta memanfaatkan layanan telemedisin jika tersedia, atau melapor ke Puskesmas terdekat. Dengan demikian kita dapat mengurangi beban rumah sakit dan tenaga kesehatan, serta membantu menyelamatkan orang lain yang memiliki gejala sedang hingga kritis,” terang dr. Nadia.
Secara nasional, tren perawatan pasien atau yang biasa disebut Bed Occupancy Ratio (BOR) di Indonesia masih berada pada ambang batas yang aman. Hingga hari ini, baru 20% (16.712) pasien yang dirawat dari 80.344 tempat tidur yang tersedia untuk penanganan COVID-19. Jumlah ketersedian tempat tidur perawatan khusus pasien COVID-19 pun masih bisa ditambahkan lebih banyak lagi apabila dibutuhkan, seperti halnya langkah yang dilakukan pemerintah tahun lalu.
Data terbaru dari Kota Depok, Jawa Barat misalnya, menunjukkan bahwa meskipun konfirmasi kasus positif lebih tinggi daripada gelombang kedua 2021 lalu, pasien yang dirawat di rumah sakitnya baru mencapai 52%. Sementara itu kapasitas ruangan yang dialihkan untuk pasien COVID-19 masih 22% dari 30% ruangan untuk penanganan COVID-19. “Ini artinya masih ada setidaknya 8% persen tambahan ruang rumah sakit untuk dijadikan tempat intensif penanganan pasien COVID-19. Ini berbeda halnya dengan puncak kasus pada periode Juli-Agustus 2021 di mana jumlah konfirmasi kasus di Depok lebih sedikit daripada jumlah konfirmasi per hari ini, tapi pasien yang dirawat lebih banyak,” ujar dr. Nadia.
“Upaya yang perlu dilakukan saat ini adalah kembali menekan jumlah kasus dengan menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan membatasi mobilitas masyarakat. Cakupan vaksinasi dosis lengkap juga harus terus dikejar berbarengan dengan dosis vaksin ketiga untuk memperkuat imunitas kelompok,” tegas dr. Nadia.
dr. Nadia juga menyampaikan bahwa cakupan vaksinasi yang cukup tinggi saat ini yang mencapai 89% untuk dosis pertama dan 62% untuk dosis kedua dinilai mampu mengurangi dampak kesakitan dan kematian dari infeksi COVID-19. “Kita masih perlu terus mendorong cakupan vaksinasi dosis lengkap yang lebih tinggi lagi untuk mencegah dampak lebih lanjut bagi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak. Pemberian dosis ketiga (booster) juga sangat penting untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19 lebih parah lagi,” tegas dr. Nadia
Masyarakat diimbau agar kembali sadar akan pentingnya disiplin menerapkan protokol kesehatan. “Meski jumlah kasus meningkat dan keterisian rumah sakit dapat terkendali, namun menekan jumlah infeksi COVID-19 akan menjaga fasilitas layanan kesehatan tetap memadai,” tutup dr. Nadia.
Recent Comments