Masyarakat adalah elemen utama yang menentukan keberhasilan penanganan pandemi Covid-19. Disiplin perilaku masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan tersebut turut menentukan arah pertumbuhan ekonomi.
Gugatan terhadap perilaku disiplin masyarakat menerapkan protokol kesehatan mencuat ketika kasus Covid-19 di Indonesia kian melonjak. Dalam satu minggu terakhir kasus positif Covid-19 di Indonesia mencapai titik rekor. Jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 melampaui angka 10.000 setiap hari sejak 17 Juni 2021.
Kasus positif Covid-19 menembus 13.737 kasus pada 20 Juni 2021. Angkanya terus meningkat menjadi 20.574 kasus harian pada 24 Juni 2021. Lonjakan kasus terus terjadi pada 26 Juni 2021 yang mencapai 21.095. Bahkan, pada 27 Juni 2021 menjadi rekor kasus harian tertinggi sejak Covid-19 masuk ke Indonesia, yakni mencapai 21.342 kasus.
Situasi tersebut membuat fasilitas kesehatan kewalahan menangani pasien Covid-19. Tidak hanya di sektor kesehatan, lonjakan kasus positif korona juga memberi pengaruh pada sektor perekonomian.
Pemerintah menurunkan target pertumbuhan ekonomi pada triwulan-II 2021. Tanggal 21 Juni 2021, Menteri Keuangan Sri muyani Indrawati menyatakan bahwa batas atas dan batas bawah proyeksi pertumbuhan sebelumnya akan lebih rendah.
Hal itu dilakukan seiring dengan keputusan pemerintah untuk kembali menetapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) skala mikro. Pengetatan tersebut berlaku sejak 22 Juni hingga 5 Juli 2021. Dengan kata lain, mobilitas masyarakat akan terbatas sehingga pergerakan ekonomi akan kembali berkurang.
Apalagi, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 banyak terjadi di wilayah Jawa, lokasi yang selama ini menjadi sentra perekonomian Indonesia. Lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB) nasional disumbang oleh Pulau Jawa (58,70 persen).
Merujuk data sebaran Covid-19 yang disusun Satuan Tugas Covid-19, enam provinsi di Jawa masuk dalam 10 besar provinsi dengan kasus positif Covid tertinggi. DKI Jakarta menduduki posisi tertinggi dengan 482.264 kasus pada 25 Juni 2021, atau sekitar 23,9 persen dari total kasus Covid-19 nasional.
Berikutnya adalah Jawa Barat (17,4 persen), disusul Jawa Tengah (11,5 persen), dan Jawa Timur (8,2 persen). Daerah Istimewa Yogyakarta dan Banten menduduki posisi ke-8 dan ke-9 dengan jumlah kasus Covid-19 masing-masing 2,7 persen dan 2,6 persen dari jumlah kasus nasional.
Mobilitas penduduk
Masifnya penularan virus korona di Indonesia setidaknya dapat dilihat kaitannya dengan dua faktor, yaitu mobilitas penduduk dan tingkat kepatuhan masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Dari aspek pergerakan masyarakat, terlihat muncul peningkatan mobilitas penduduk dalam beberapa pekan terakhir. Hal itu tergambar dari Google Mobility Index yang disusun oleh Google untuk memantau pergerakan masyarakat selama masa pandemi.
Merujuk data tersebut, mobilitas penduduk Indonesia di area permukiman (rumah) mulai berkurang. Data terbaru yang dirilis Google tersebut menunjukkan, aktivitas penduduk di rumah pada 20 Juni 2021 adalah 7 persen. Besarannya turun dibandingkan dengan data pada 1 Januari 2021 yang mencapai 12 persen. Artinya, semakin banyak masyarakat yang beraktivitas di luar rumah.
Tempat-tempat, seperti supermarket, toko grosir makanan, pasar tradisional, dan apotek, menjadi lokasi yang sering banyak dikunjungi. Persentasenya mencapai 10 persen pada periode yang sama. Aktivitas rekreasi juga menunjukkan tren meningkat sepanjang tahun ini.
Kebosanan boleh jadi mendorong perilaku tersebut, dibarengi dengan vaksinasi yang sudah dilakukan membuat masyarakat lebih berani beraktivitas di luar rumah. Lonjakan kasus Covid di tengah meningkatnya mobilitas penduduk tersebut boleh jadi juga dipengaruhi oleh ketidakpatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan sehingga mobilitas masyarakat yang sejatinya baik untuk pergerakan ekonomi menjadi harus kembali dibatasi.
Menurut laporan Monitoring Kepatuhan Protokol Kesehatan yang disusun Satgas Penanganan Covid-19, masih terdapat 65 kabupaten/kota dengan tingkat kepatuhan memakai masker di bawah 60 persen pada 13 Juni 2021. Adapun jumlah wilayah yang dipantau sebanyak 356 kabupaten/kota. Artinya, hampir seperlimanya masih abai terhadap protokol kesehatan.
Protokol kesehatan
Selain kepatuhan memakai masker, laporan yang disusun mingguan itu juga mengukur tingkat kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Pada periode yang sama, masih ada 61 kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepatuhan di bawah 60 persen.
Kedua kategori tersebut menunjukkan ada peningkatan jumlah kabupaten/kota dengan tingkat kepatuhan rendah. Satu minggu sebelumnya hanya ada 52 wilayah dengan kepatuhan memakai masker di bawah 60 persen. Sementara untuk kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan hanya 49 kabupaten/kota.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat makin abai terhadap pentingnya menjaga protokol kesehatan. Hal serupa terjadi pada provinsi-provinsi yang menyumbang kasus Covid-19 terbanyak.
DKI Jakarta, misalnya, pada 6 Juni hanya ada satu wilayah dengan tingkat kepatuhan memakai masker yang rendah. Namun, periode berikutnya bertambah menjadi dua kota. Begitu pula dengan kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Sebelumnya hanya ada satu kabupaten/kota, bertambah menjadi tiga pada 13 Juni 2021.
Penurunan kepatuhan juga terjadi di Sulawesi Selatan dan di Sumatera Barat yang menduduki peringkat ke-7 dan ke-10 jumlah kasus Covid-19 terbanyak. Secara nasional, lokasi-lokasi kerumunan yang menunjukkan ada peningkatan aktivitas masyarakat, menurut Google Mobility Index, tercatat menjadi tempat dengan tingkat ketidakpatuhan protokol kesehatan yang tinggi.
Tempat wisata atau rekreasi menjadi lokasi kerumunan dengan persentase tidak patuh memakai masker tertinggi, yakni 29,6 persen. Adapun tempat keramaian yang juga banyak mengandung pelanggaran protokol kesehatan memakai masker adalah restoran atau kedai (23,5 persen), jalan umum (10,2 persen), dan tempat olahraga publik (7,5 persen). Sementara area taman yang kerap kali dijadikan tempat olahraga publik juga menunjukkan tingkat mobilitas yang meningkat.
Padahal, virus Covid-19 varian Delta yang disebut-disebut memiliki tingkat penularan lebih parah sudah masuk ke Indonesia. Semestinya, protokol kesehatan harus semakin ditingkatkan, bukan semakin ditinggalkan.
Tekanan pertumbuhan ekonomi
Dalam bidang ekonomi, perilaku tersebut turut mendorong kinerja perekonomian. Pasalnya, masyarakat merupakan penyumbang terbesar pada PDB. Kontribusi pengeluaran masyarakat tersebut terpola sejak masa Orde Lama.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, pengeluaran konsumsi rumah tangga menyumbang 82 persen pada PDB Indonesia (1961). Bahkan, memasuki awal masa Orde Baru, kontribusinya mencapai 96 persen (1966).
Hingga kini, ekonomi Tanah Air masih didominasi konsumsi rumah tangga, sebesar 57-58 persen. Masih dominannya kontribusi penduduk pada ekonomi dibarengi mobilitas yang kembali meningkat sejatinya membuat ekonomi secara keseluruhan perlahan pulih.
Memasuki awal tahun ini, kinerja ekonomi mulai bangkit. Geliat perekonomian tecermin dari laju pertumbuhan ekonomi yang membaik meski masih terkontraksi. Pada triwulan pertama, laju pertumbuhan ekonomi minus 0,74 persen (year on year), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV tahun lalu, yakni minus 2,19. Perbaikan tersebut juga tak lepas dari tumbuhnya belanja masyarakat selama periode Ramadhan dan Lebaran yang dimulai pertengahan April 2021.
Atas dasar tersebut, pemerintah meyakini bahwa perekonomian akan makin menggeliat pada triwulan kedua. Sebelum ada revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi, pemerintah melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memprediksi, ekonomi Indonesia triwulan II-2021 akan tumbuh pada kisaran 7,1-8,3 persen (year on year).
Hal itu disampaikan akhir Maret 2021 dalam konferensi pers realisasi APBN. Optimisme tersebut juga dipengaruhi oleh basis pertumbuhan ekonomi triwulan II-2020 yang sangat rendah, yakni minus 5,32 persen.
Faktor lainnya adalah ada perbaikan ekonomi global yang turut mendorong kinerja ekspor Indonesia. BPS mencatat, hingga bulan Mei 2021, surplus perdagangan Indonesia sebesar 10,07 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 145 triliun.
Optimisme domestik pun tercatat naik dari waktu ke waktu tahun ini. Hal itu tergambar dari nilai indeks keyakinan konsumen (IKK) yang disusun Bank Indonesia. Bulan lalu, nilai IKK menunjukkan angka yang lebih optimis, yakni 104,4, naik dari bulan April (101,5).
Namun, indikator-indikator perekonomian yang mulai membaik itu kembali mendapat tantangan dari lonjakan kasus korona. Jalur pemulihan dan pertumbuhan ekonomi kembali tersendat akibat aktivitas ekonomi warga kembali mengalami pembatasan.
Selain peran pemerintah dalam menangani pandemi yang tidak boleh kendur, semua lapisan masyarakat juga harus turut berperan mengantisipasi penularan virus korona. Sebab, masyarakat turut menentukan akan sampai kapan pandemi ini melanda Tanah Air. Oleh sebab itu, kepatuhan akan protokol kesehatan harus kembali dilakukan agar pandemi segera pulih dan ekonomi kembali bangkit. (LITBANG KOMPAS).
sumber: kompas.id
Recent Comments