Lonjakan kasus disertai kematian warga terjangkit Covid-19 sudah berlangsung delapan hari dan belum mereda di Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur, sehingga memerlukan kebijakan lebih tegas, misalnya PSBB.
SURABAYA, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 di Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur, sudah berlangsung sepekan dan belum mereda. Kematian warga terjangkit Covid-19 memprihatinkan. Namun, belum ada kebijakan lebih tegas untuk percepatan penanganan pandemi.
Lonjakan kasus di Bangkalan terjadi sejak Sabtu (5/6/2021) yang datanya terpublikasi sehari kemudian. Delapan hari terakhir, di Bangkalan, kabupaten terbarat Pulau Madura, terjadi penambahan 490 pasien Covid-19 dengan kematian 43 orang. Secara rerata harian, jumlah pasien bertambah 61-62 orang dengan kematian 5-6 orang.
Dari Bangkalan ada 483 orang yang dirawat karena Covid-19. Jumlah kasus aktif yang mencerminkan pasien perlu perawatan itu tertinggi di antara 38 kabupaten/kota di Jatim. Angka 483 orang itu setara dengan 17,8 persen dari 2.712 orang atau kasus aktif se-Jatim saat ini. Jika tidak diantisipasi, lonjakan di Bangkalan berpotensi ”menular” ke tiga kabupaten di ”Nusa Garam”, julukan Pulau Madura, yakni Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Dalam hal kematian, kurun delapan hari terakhir, jumlah yang meninggal 2 orang, tiga hari berturut-turut 4 orang, kemudian 8 orang, 7 orang, 6 orang, dan 8 orang. Dilihat dari perjalanan data kematian itu terlihat ada tren tinggi. Adanya kematian setiap hari seharusnya menimbulkan kecemasan di Bangkalan sekaligus mendorong peningkatan kesadaran, kewaspadaan, dan kesigapan.
Namun ancaman kematian akibat Covid-19 itu ternyata masih tidak terlalu merisaukan warga Bangkalan. Seorang warga Bangkalan bernama Mochamad Irfan (45) mengaku melihat tetangga dan masyarakat desa di Kecamatan Arosbaya cenderung abai protokol kesehatan, terutama memakai masker.
”Masih dianggap aneh kalau pakai masker, padahal ya tahu itu untuk kesehatan,” katanya saat ditemui di sela kewajiban tes antigen di Jembatan Suramadu, kemarin.
Sebagian warga Bangkalan juga masih menolak kebijakan penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen bagi seluruh pengendara dari Pulau Madura. Masih ada pengendara, terutama sepeda motor, yang mencoba menerabas atau putar balik karena enggan tes antigen.
Mereka enggan menjalani isolasi dan perawatan jika terbukti terjangkit. Dengan berbagai cara, karena terdesak kepentingan, mereka tetap bepergian ke Surabaya tetapi menghindari kewajiban tes antigen. Cara yang dipakai adalah berperahu atau naik kapal kecil dan sandar di kampung nelayan Surabaya. Kampung nelayan di Surabaya rata-rata keturunan masyarakat Pulau Madura.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan atau Bupati Bangkalan Abdul Latif Amin Imron perlu segera menempuh kebijakan tegas di luar pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro. Langkah dimaksud, mengacu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, ialah pemberlakuan sosial berskala besar (PSBB) atau karantina wilayah.
”Perjalanan lintas batas keluar masuk Bangkalan harus ditutup kecuali untuk keperluan transportasi perawatan (ambulans dan semacamnya), logistik, dan petugas,” kata Windhu. Masyarakat sebaiknya dikondisikan agar tidak bermobilitas keluar dari Bangkalan minimal dua pekan. Pengetesan, pelacakan, dan penanganan (testing, tracing, treatment atau 3T) digencarkan untuk mengangkat seluruh potensi kasus-kasus tersembunyi.
Program 3T bisa digencarkan bersamaan dengan vaksinasi dan sosialisasi protokol kesehatan. Misalnya, warga di Bangkalan divaksinasi jika telah menjalani tes usap PCR dan hasilnya negatif. Warga yang positif diberikan vaksinasi setelah sembuh sesuai dengan arahan satuan tugas.
Sosialisasi protokol kesehatan 3M bahkan 5M harus terus ditingkatkan untuk menjadikan kesadaran kolektif. Protokol 3M meliputi memakai pelindung diri terutama masker, mencuci tangan rutin untuk memastikan kebersihan, dan menjaga jarak dengan orang lain untuk menekan potensi tertular dari orang tanpa gejala (OTG). Protokol 5M adalah 3M ditambah menghindari kerumunan dan menekan mobilitas untuk menekan potensi penularan virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) atau mutasinya.
Anggota Dewan Pakar Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jatim, Agung Dwi Wahyu Widodo, juga mendorong agar pemerintah menempuh kebijakan lebih tegas untuk penanganan pandemi di Bangkalan. ”PPKM saat ini tidak terlihat efektif sebab terjadi lonjakan sehingga perlu kebijakan lebih tegas, yakni PSBB atau jika memungkinkan karantina wilayah,” katanya.
Menurut Agung, kebijakan penyekatan lalu lintas dan kewajiban tes antigen di Surabaya untuk menekan potensi penyebaran dari Bangkalan sepatutnya juga ditempuh oleh daerah tetangga terutama Sampang di bagian timur. Kebijakan itu juga perlu diambil Pamekasan dan Sumenep dengan harapan pandemi Covid-19 di Pulau Madura dapat dikendalikan.
”Kasus di Pulau Madura, sebelum lonjakan, secara statistik rendah. Rendahnya angka bukan karena situasinya baik, melainkan testing dan tracing minim. Lonjakan di Bangkalan seharusnya menyadarkan semua pihak agar meningkatkan kewaspadaan dan kesigapan, termasuk mendorong kebijakan lebih tegas,” ujar Agung.
Hingga kini Gubernur Jatim dan atau Bupati Bangkalan belum mengambil kebijakan lebih tegas (PSBB) atau lainnya. Padahal, dorongan dan perhatian ke sana sudah diperlihatkan melalui kedatangan sejumlah pejabat utama ke Bangkalan, antara lain Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana sekaligus Ketua Satgas Covid-19 Ganip Warsito, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo.
”Kami akan terus berkoordinasi agar dapat menerapkan kebijakan kuratif atau penanganan yang komprehensif dan tepat,” kata Khofifah dalam kesempatan terpisah.
Kepala Dinas Kesehatan Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, tingkat keterisian seluruh rumah sakit rujukan pasien Covid-19 di Surabaya kini 48,12 persen. Situasi ini nyaris menyentuh anjuran batas maksimal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang 50 persen. Peningkatan keterisian salah satunya karena Surabaya menampung pasien dari Bangkalan dan kabupaten/kota lainnya di Jatim.
”Keterisian di ICU dengan ventilator bahkan sudah mencapai 63,29 persen,” kata Febria. Situasi ini bisa memukul penanganan pandemi di Surabaya ketika juga terjadi lonjakan atau terus menerima gelombang pasien dari luar daerah.
Febria mengatakan, dari kewajiban tes antigen di Jembatan Suramadu sejak Minggu lalu, didapat ada 258 pasien Covid-19. Sebanyak 35 orang masih menunggu hasil tes usap PCR. ”Keterisian rumah sakit masih akan naik dan semoga bisa segera diatasi,” ujarnya.
Salah satu fasilitas kesehatan yang hampir penuh adalah RS Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan 2 Surabaya. RS di kompleks Museum Kesehatan Dr Adhyatma MPH ini, Minggu petang, mengumumkan, sedang merawat 350 orang dari kapasitas 430 orang sehingga tingkat keterisiannya 81,4 persen.
”Siang tadi ada 14 orang yang keluar atau dinyatakan telah sembuh. Namun, peningkatan masih bisa terjadi karena kami memang ditugaskan untuk memaksimalkan kapasitas,” kata Penanggung Jawab RS Lapangan Surabaya Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara. Kapasitas 430 tempat tidur saat ini masih bisa ditingkatkan lagi ke 450-500. Situasi itu pernah terjadi ketika RS Lapangan Surabaya terisi penuh pasien pada pertengahan-akhir Januari 2021.
source: kompas.id
Recent Comments