Bidan memiliki peran yang besar untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak. Karena itu, kompetensi bidan perlu ditingkatkan secara merata di seluruh Indonesia. Peningkatan kompetensi ini juga perlu disertai dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai.

Koordinator Knowledge Hub Kesehatan Reproduksi Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Budi Utomo menuturkan, bidan sangat berperan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan reproduksi masyarakat. Selain itu, bidan juga berkontribusi besar untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Kematian ibu banyak terjadi karena datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah dan terlambat ditangani. Hal ini seharusnya bisa dicegah jika deteksi dini bisa cepat dilakukan. Pada saat inilah peran bidan amat dibutuhkan.

 

”Kematian ibu banyak terjadi karena datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan parah dan terlambat ditangani. Hal ini seharusnya bisa dicegah jika deteksi dini bisa cepat dilakukan. Pada saat inilah peran bidan amat dibutuhkan,” tuturnya dalam acara peringatan Hari Bidan Internasional yang diikuti secara virtual di Jakarta, Selasa (25/5/2021).

Budi menambahkan, kapasitas bidan harus terus ditingkatkan, terutama pada bidan yang berada di daerah terpencil dengan keterbatasan fasilitas kesehatan. Di samping peningkatakan kompetensi, ketersediaan peralatan serta dukungan anggaran yang mencukupi juga dibutuhkan.

Menurut dia, peningkatan kompetensi bidan yang sudah diberikan saat ini tidak akan efektif menunjang upaya penurunan kematian ibu dan bayi jika tidak disertai dengan dukungan regulasi serta peralatan dan fasilitas yang memadai.

Menurut Survei Penduduk Antarsensus pada 2015, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 305 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Jumlah ini merupakan yang tertinggi kedua dari negara-negara di Asia Tenggara setelah Laos. Kondisi serupa ditemukan pada angka kematian bayi. Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia mencapai 22 kasus per 1.000 kelahiran bayi. Jumlah itu tertinggi kelima setelah Laos, Myanmar, Kamboja, dan Filipina.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo menyampaikan, kematian ibu dan bayi yang masih tinggi di Indonesia menandakan derajat kesehatan masyarakat masih rendah. Keberadaan bidan desa yang dekat dengan masyarakat pun menjadi ujung tombak untuk mengatasi persoalan tersebut.

 

Ia mengatakan, BKKBN telah mengusulkan agar setiap desa setidaknya memiliki satu bidan. Selain untuk membantu mendeteksi kondisi medis sejak dini, bidan juga berperan untuk mengatasi persoalan psikologis yang dialami oleh ibu hamil. Bidan punya peran penting mulai dari mempersiapkan kehamilan, ketika hamil, saat persalinan, sampai perawatan bayi baru lahir.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari menyampaikan, bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling banyak memberikan layanan pemeriksaan kehamilan (antenatal care/ANC).

 

Setidaknya 82,4 persen layanan diberikan oleh bidan. Selain itu, 29 persen perempuan usia 10-54 tahun bersalin di bidan. Jumlah ini lebih besar dari rumah sakit swasta (18 persen), rumah tinggal (16 persen), rumah sakit pemerintah (15 persen), dan puskesmas (12 persen).

 

Peran bidan yang sangat besar juga tecermin dari banyak jumlah bidan. Dari 10.279 puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia, jumlah bidan yang tersedia mencapai 202.309 orang. Sementara itu, jumlah bidan yang bertugas di 2.955 rumah sakit sebanyak 61.749 orang.

 

”Dengan jumlah bidan yang cukup besar, baik yang bertugas di fasilitas kesehatan milik pemerintah maupun swasta, pengembangan tenaga kesehatan dan pembinaan keprofesian harus terus dilakukan. Semakin berkualitas dan kompeten, manfaat besar akan diperoleh masyarakat dari keberadaan bidan,” tutur Kirana.

Ia mengatakan, pemerintah telah berupaya untuk memberikan pelatihan dan edukasi pada bidan di seluruh Indonesia. Hal itu dilakukan melalui jalur formal dan informal, antara lain dengan lokakarya, seminar, webinar, dan pembelajaran daring. Pembelajaran daring ini juga menjadi solusi agar pendidikan kepada bidan bisa lebih merata dan tidak hanya terpusat di kota besar.

Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi menambahkan, pendidikan yang terstandar juga penting agar kontribusi bidan dalam program penurunan AKI dan AKB bisa lebih optimal. Itu pun perlu didukung dengan regulasi dan sistem kesehatan yang kuat. Upaya pembinaan, pengawasan, dan evaluasi juga harus dilakukan.

 

Emi berpendapat, setidaknya ada enam pilar sistem kesehatan yang harus dijalankan agar penurunan AKI dan AKB bisa dipercepat. Keenam pilar itu meliputi penguatan pelayanan kesehatan, penguatan sumber daya manusia, sistem informasi kesehatan, aksesibilitas pada obat-obatan esensial, dukungan finansial, dan kepemimpinan yang kuat.

” Memaksimalkan peran bidan dalam sistem kesehatan ibu dan anak di Indonesia merupakan salah satu langkah krusial dan penting dalam program percepatan penurunan AKI dan AKB. Meningkatkan kompetensi bidan sama halnya dengan berinvestasi pada peningkatan kualitas generasi di masa depan,” ucap Emi.

Source ;kompas.id