Pandemi Covid-19 membatasi ruang gerak kita. Tempat paling aman adalah rumah. Meski begitu, ada yang beranggapan rumah seolah-olah penjara yang halus namun menusuk. Hal ini berdampak besar pada berbagai bidang. Salah satunya, kesehatan mental.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo pernah memprediksi angka kehamilan melonjak di era pandemi Covid-19. ’’BKKBN mencatat penurunan penggunaan alat kontrasepsi,’’ ungkapnya kepada awak media beberapa waktu lalu. Para ibu, lanjut dia, mengikuti anjuran stay at home sehingga angka kunjungan ke fasilitas layanan kesehatan pun ikut berkurang. Di sisi lain, klinik-klinik banyak yang melakukan pembatasan pelayanan.

Jika terjadi lonjakan kehamilan, dikhawatirkan sebagian besar ibu akan mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Padahal, kehamilan yang dijalani dengan terpaksa dalam ketidaknyamanan rawan mengganggu kesehatan mental ibu. Bahkan, risikonya berpengaruh pada kualitas janin.

Idealnya, ibu hamil memeriksakan kehamilannya sesuai rekomendasi WHO. Namun, ada kekhawatiran pada diri para ibu tersebut berkunjung untuk kontrol kehamilan.

Untuk mengantisipasinya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 merilis Protokol Petunjuk Praktis Layanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Selama Pandemi Covid-19 pada 5 April tahun lalu.

Pada panduan tersebut dijelaskan, kelanjutan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir hendaknya dapat tetap terlaksana sebagai upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi selama wabah pandemi Covid-19. Fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) direkomendasikan untuk memberikan layanan KIA di gedung terpisah. Sehingga, ibu hamil dan bayi-balita yang berkunjung minim risiko tertular infeksi.

’’Jika memungkinkan, konsultasi kehamilan dan edukasi kelas ibu hamil dapat menggunakan aplikasi telemedicine dan edukasi berkelanjutan melalui SMSBunda,’’ bunyi pernyataan tersebut. Telemedicine ini dapat dimanfaatkan untuk edukasi kepada ibu hamil dan menyusui dan penilaian mandiri adanya faktor risiko pada ibu hamil. Juga, penilaian mandiri status kesehatan dan mengenali tanda bahaya adanya penyulit kehamilan, penyulit persalinan, dan penyulit bayi baru lahir. Selain itu, penilaian mandiri status Covid-19, konsultasi kehamilan, persiapan persalinan, masa nifas, dan perawatan bayi baru lahir.

Fasilitas telemedicine tersebut bisa berperan melengkapi kunjungan untuk ANC, kunjungan neonatal, dan kunjungan nifas. Bisa juga untuk akses antenatal care (ANC), postnatal care (PNC), layanan Keluarga Berencana (KB), membuat perjanjian untuk bertemu tenaga kesehatan, pengingat jadwal ANC, kunjungan neonatal dan nifas, serta KB. Tentu, penggunaan teknologi dilakukan dengan memandang kesiapan daerah, penerimaan, dan literasi masyarakat.

Bahkan, arahan mengenai alat kontrasepsi pun dijelaskan secara gamblang. Fasyankes disarankan memberikan pelayanan KB terutama metode kontrasepsi jangka panjang segera setelah persalinan. Jika ibu tidak bersedia, maka dilakukan konseling KB serta nasihat untuk mendapatkan layanan KB setelah bersalin.

Keluarga hendaknya memberikan perhatian pada pemenuhan nutrisi ibu hamil. Sebab, para ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang memadai untuk dirinya dan janinnya. Sayangnya, pemenuhan bahan pangan berkualitas bisa-bisa berkurang atas alasan menghemat pengeluaran. Ada risiko, ibu beserta janin kurang nutrisi.

Hal lain yang tak kalah penting adalah bila ibu hamil terinfeksi Covid-19. Bila kondisinya baik, si ibu mungkin masih bisa menjalani isolasi mandiri di rumah. Namun, bila kondisinya memburuk bukan tak mungkin ibu tersebut harus menjalani kehamilannya di ruangan isolasi dan tidak ada yang boleh menemani.

Ya, krisis mental akibat pandemi Covid-19 pada ibu hamil tak bisa diabaikan. Mereka diharapkaan untuk tetap menjadi calon ibu yang sehat, kuat, dan sigap. Harapannya, kelak melahirkan generasi penerus yang juga tangguh.

Ungkapan Steven Taylor, penulis The Psychology of Pandemics berikut mungkin bisa menumbuhkan kepedulian kita terhadap sesama. Termasuk, pada ibu hamil. ’’Hidup 10 hingga 15 persen minoritas yang malang tidak akan kembali normal. Hal ini berkaitan dengan dampak pandemi pada kesejahteraan mental mereka,’’ kata profesor psikiatri di University of British Columbia itu.

Source: http://news.ika-fk-unair.org/news-detail/hamil-ibu-rawan-krisis-kesehatan-mental