Puasa di bulan Ramadan tak sekadar menahan haus, lapar, dan emosi. Puasa Ramadan juga memberikan perubahan-perubahan secara biologis pada orang yang menjalaninya. Salah satunya, upaya menurunkan berat badan.

P2PTM Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa puasa memberikan tiga manfaat bagi kesehatan. Manfaat pertama, ketika seseorang menjalankan ibadah puasa sesungguhnya tubuh melakukan proses detoksifikasi. Caranya, dengan melakukan pembuangan zat-zat beracun yang tidak diperlukan tubuh secara optimal. Manfaat kedua berupa proses regenerasi atau pembaruan sel-sel dalam organ tubuh. Selain itu, dengan berpuasa, sistem kekebalan tubuh akan menguat dengan membaiknya fungsi dari sel-sel getah bening hingga sepuluh kali lipat.

Di sisi lain, Kanehisa Morimoto, DMSc., MHSc, MA dan Masahiro Toda dari Departement of Social and Environmental Medicine, Osaka University mengemukakan, puasa Ramadan memberikan pengaruh seperti penurunan berat badan yang besar, tanda-tanda dehidrasi, serta naiknya konsentrasi asam urat dan kolesterol dalam tubuh selama Ramadan.

Dalam publikasi bertajuk Effects of Ramadan Fasting on the Health of Muslims yang dimuat di Nippon Eiseigaku Zasshi (Japanese Journal of Hygiene) itu, para ilmuwan Jepang tersebut mengemukakan bahwa perubahan-perubahan ini mungkin tidak banyak berpengaruh pada individu yang sehat. Hal ini dikarenakan generasi muslim telah menjalankan puasa bertahun-tahun. ’’Efek-efek buruk, seperti dehidrasi, naiknya konsentrasi asam urat dan kolesterol dalam tubuh, biasanya muncul pada pasien dengan penyakit penyerta,’’ ungkap Marimoto. Penyakit peserta yang dimaksud antara lain hipertensi, hiperkolesterolemia, pasien dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah, diabetes melitus, pasien dengan penyakit jantung, hati, serta ginjal.

Mohammed Allaf dan peneliti-peneliti lain dari Imperial College, London, mengemukakan bahwa puasa intermiten sangat mungkin memiliki efek positif dalam pencegahan penyakit-penyakit kardiovaskular. Efek tersebut didapat dari penurunan berat badan yang dirasakan orang-orang yang berpuasa. Sebagaimana yang dikemukakan Kanehisa Marimoto.

Puasa intermiten, lanjut Allaf, tidak membatasi makanan yang dikonsumsi tapi membatasi waktu makan. ’’Pola puasa intermiten beragam. Ada yang berpuasa sehari atau dua hari dalam seminggu, puasa berselang-seling hari (puasa Daud), puasa pada jam-jam tertentu, maupun tidak makan minimal 12 jam setiap hari,’’ urainya dalam publikasi berjudul Does Limiting the Times You Eat (Intermittent Fasting) Prevent Cardiovascular Disease? yang dimuat di Cochrane.

Efek penurunan berat badan pada orang yang berpuasa intermiten ini lebih efektif daripada makan tanpa pantangan. Meskipun demikian, hasil riset tersebut belum bisa memastikan efek puasa intermiten terhadap kematian, infark miokard, dan gagal jantung. Sehingga dibutuhkan riset lebih lanjut mengenai hal tersebut.

Tentu, asupan makanan selama menjalankan ibadah puasa perlu jadi perhatian. Menurut ahli gizi Rahma Ali sebagaimana dilansir dari Khaleej Times, saat sahur sangat disarankan mengonsumsi makanan kaya air, serat, protein, kalsium, dan vitamin. Bahan tersebut dikonsumsi dalam jumlah memadai untuk bertahan selama 13 jam supaya kondisi tubuh tetap terjaga. ’’Demikian pula ketika berbuka puasa,’’ bebernya. Asupan yang disarankan untuk berbuka puasa di antaranya buah yang kaya air, mineral, kalium, sayuran, serta kacang-kacangan.

Sementara itu, ada juga beberapa makan yang dihindari saat sahur dan berbuka. Pada saat sahur, hindari sajian karbohidrat olahan, makanan asin, dan minuman berkafein. Saat berbuka puasa disarankan menghindari minuman berkarbonasi, makanan tinggi gula, dan makanan yang digoreng atau berminyak. Dengan mengonsumsi asupan sesuai saran tersebut diharapkan berat badan ikut turun. Juga, efek tak menguntungkan yang mengancam kesehatan diharapkan berkurang, bahkan tidak muncul lagi.

sumber :http://news.ika-fk-unair.org/news-detail/puasa-ramadan-plus-turunkan-berat-badan